Rabu, 09 Maret 2011

Suatu bingkai yang sempurna

Wajah manusia seperti sebuah buku yang ternyata sangat menarik untuk dibaca. Membaca senyum yang dibuat olehnya, membuat tawa yang dilepaskan olehnya ataupun suara yang dibisikkannya. Atau mungkin kita bisa membaca kesedihan lewat air mata, atau bola mata yang sayu. Membaca kemarahan lewat gemeretak geraham dan nafas yang hidung denguskan. Atau membaca kebingungan saat mata terlalu banyak mengedip, saat ludah lebih banyak ditelan. Membaca ketegangan saat mata tak berkedip, nafas berat dan mata yang tajam. Selalu ada cara untuk membaca wajah. Dan wajah selalu menyimpan misterinya rapat rapat. Seperti wajahmu, yang bersembunyi di balik tatapanmu yang tajam.

Dalam jarak yang jauh ini, melihatmu samar samar berpendar jauh. Aku mencoba membaca wajahmu, wajah Tegas kepunyaan malaikat surgawi. Di keningmu aku lihat beberapa berkas sinar. Menandakan kecerdasan yang kamu miliki, dan aku tak pernah meragukan itu. Yang pertama sinar putih, menandakan putihnya hatimu.yang tak pernah marah padaku meski aku sering membentakmu.karena dengan itulah aku dapat menutupi perasaanku. Yang kedua sinar biru, menandakan teduhnya hatimu. Seperti laut yang selalu bisa menyimpan kesedihan dalam dalam. Hatimu seperti samudera yang dalam, butuh keberanian untuk menyelaminya sampai ke dasar. Tidak hanya berenang kecipak kecipuk di permukaan saja.


Sedang di matamu selalu terlihat pelangi kecil. Bukan pelangi seperti yang terlihat sesudah hujan memang, lebih kecil. Seperti pelangi yang terlihat pada butiran embun yang tertimpa matahari pagi. Lembut dan menyejukkan menjadi pelipur lara bagi tubuh ini dari dingin semalam. Tak hanya pelangi saja, semua benda langit aku pikir ada di matamu. Ada matahari senja yang menghangatkan, ada rembulan yang menerangi setiap malam datang. Dan bintang bintang yang berkilauan di matamu yang telak membuat aku bertekuk lutut padamu. Seandainya ada pertanyaan mengenai mata siapa yang paling indah di dunia ini. Dengan tegas aku menjawab "matamu"


Telingamu aku yakin adalah telinga yang paling cantik. Bukan karena bentuk daunnya tapi karena kamu seorang pendengar yang baik. Sehingga berbicara denganmu adalah salah satu obat pelipur lara. Karena aku tau, kamu selalu mendengarkan sepenuh hati. Tak pernah menampakkan wajah bosan atau meremehkan. Dan kamu mendengarkan semua hal yang baik. Aku masih ingat, kamu memiliki selera musik yang bagus. Mendengarkan curahan hati sahabatmu, tentang putus cinta atau tentang patah hati lalu cemburu bahkan pertengkaran.


Dan yang paling menyenangkan dari membaca wajah adalah membaca senyum. Karena senyum memadukan gerak bibir, pipi, dahi, hidung, dagu, pelipis, mata dan seluruh wajah. Membaca senyum seperti melihat bunga mawar yang merekah. Seperti kembang api yang bertebaran di langit. Seperti andromeda yang memercikan ratusan bintang di langit tingkat sekian. Tidak ada yang lebih indah dari senyum. Karena senyum mampu menyembuhkan semua rasa sakit. Bahkan senyum menyembuhkan dendam. Pernahkah kau mengira betapa ajaib senyummu


Baru sebatas itu aku bisa membaca wajah. hanya sebatas wajah yang bisa aku baca. Aku tak bisa membaca rambut hitammu, karena aku tak dapat membelaimu. Aku juga tak bisa mengeja satu persatu lentik jari tanganmu, karena aku tak bisa menyentuh tanganmu. Tapi tenanglah, aku hanya suka membaca wajahmu bukan yang lain. Wajah buku dengan sampul wajah yang tegas namun terpancar kelembutan. Sayang kita sekarang tidak saling kenal, hanya sebatas kemampuanku untuk menatapmu dari kejauhan. Mencuri senyummu. Ikut tersenyum saat mengingat suaramu.

Tetap disana dan jangan pergi. Aku tetap disini mengamatimu dari kejauhan dan akan terus membaca wajahmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar